Remunerasi rumah sakit daerah
Perkembangan industri
rumah sakit semakin tampak dengan berbagai kebijakan Pemerintah dalam
meningkatkan mutu pelayanan publik. Kaitan dengan telah terbitnya Undang-Undang
No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, yang ditindak lanjuti dengan PP
No.23 tahun 2005 Tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dan
Peraturan Menteri Keuangan RI diantaranya yang berkaitan dengan tata cara admnistratif,
dan sistem remunerasi di Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum
(PPK-BLU), menyadarkan kita semua bahwa rumah sakit haruslah dikelola dengan
konsep bisnis sehat. Di masa mendatang rumah sakit pemerintah yang sangat erat
kaitannya dengan pelayanan publik yang paling mendasar, haruslah dikelola
secara profesional dan efektif yang bisa memberikan pelayanan yang berkualitas
standar. Sebagai pendorong maka terbit Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 10
Tahun 2006 Tentang Sistem Remunerasi pada PPK-BLU, dengan sendirinya maka akan
terjadi pemberdayaan institusi PPK-BLU untuk memungkinkan mengatur sistem
remunerasinya secara rasional (Subanegara, 2007).
Sistem Remunerasi
adalah suatu sistem yang mengatur gaji, insentif, dan bonus pegawai pada suatu perusahaan.
Sistem ini berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, sangat
bergantung kepada kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memberikan upah
terhadap para karyawannya (Subanegara 2007)
Remunerasi yang
berlaku saat ini jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak dan kurang
memenuhi prinsip “equity” karena gaji tidak dikaitkan dengan kompetensi dan
prestasi, sehingga menjdai penting bagi instansi untuk menyiapkan dan
menerapkan sistem remunerasi yang memenuhi prinsip-prinsip merit, equity,
kompetitif guna meningkatkan profesionalisme dan memacu kinerja para stafnya
(kedeputiannya SDM Kementrian PAN, 2006)
Remunerasi merupakan
salah satu unsur yang cukup penting untuk diketahui oleh para manajer rumah
sakit karena menyangkut biaya kehidupan dan penghidupan seluruh karyawan.
Seringkali ketidakseimbangan upah, gaji atau insentive antara kelompok dokter,
perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga admnistratif serta tingkatan
manajer rumah sakit menyebabkan terjadinya konflik yang berkepanjangan dan
menyebabkan menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi. Karenanya perlu
pemahaman bagaimana sistem remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan
berdasarkan kesepakatan melalui beberapa pendekatan yang fleksibel. Dari hasil
penelitian (Subanegara, 2007) 43 % responden menyatakan ada hubungan yang erat
anatar manajemen kinerja atau sistem akuntabilitas dengan penggajian atau
sistem remunerasi, ternyata upah masih merupakan elemen yang cukup penting
dalam manajemen kinerja. Hal yang perlu dipahami disini adalah bahwa dengan
pemberian upah yang memadai dengan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang,
maka dipercaya akan meningkatkan motivasi orang yang bersangkutan untuk
berkinerja lebih baik. Sisi lain dari pengertian ini adalah bahwa jika
seseorang tidak mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan target dan standar yang
telah ditentukan maka karyawan yang bersangkutan tidak semestinya mendapatkan
upah sesuai standar atau ketentuan yang berlaku. Sebab upah sudah ditentukan
berdasarka kinerja waktu dan target atau standar yang telah disepakati
sebelumnya.
Pada rumah sakit yang
menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum (BLU) baik pusat maupun daerah,
sudah diamanatkan bahwa sistem remunerasi merupakan persyaratan administratif
seperti tertuang didalam PP No.23 Tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum. Penerapan ke arah BLU sesuai amanat PP No.23 ini telah
mulai dilakukan pada oktober 2005 lalu dengan tahap awal sebanyak 13 RS yang
statusnya Perjan telah ditetapkan menjadi RS BLU. Senada hal tersebut.
2.1
Alur Berfikir
2.1.1
Alur Proses (Flowchart) Rawat Jalan
2.1.2
Alur Proses (Flowchart) Rawat Inap
2.2.3 Alur Proses (Masterchart) pembagian jasa
versi RSU I Lagaligo Wotu.
2.2.4 Alur proses (Masterchart) Remunerasi RSU I
Lagaligo Wotu
1.2.4.1
Alur Proses (Flowchart) Competency Index
1.2.4.2
Alur Proses (Flowchart) Risk Index
1.2.4.3
Alur Proses (Flowchart) Emergency Index
1.2.4.4
Alur Proses (Flowchart) Position Index
1.2.4.5
Alur Proses (Flowchart) Kinerja
1.2.4.6
Alur Proses (Flowchart) Total Insentif
1.2.4.7
Flowchart Pendapatan RSU I Lagaligo
1.2.4.8
Flowchart Pembagian Jasa Medik (Jasa
Pelayanan Berdasarkan Sistem Remunerasi)
Analisis
Pembagian Jasa/Insentif
Pada
pembagian jasa medik yang terjadi di Rumah Sakit Umum I Lagaligo Wotu selama
ini berdasar pada ketentuan aturan Perda No 16 tahun 2009 Tentang Retibusi
Pelayanan Kesehatan. Dalam Bab XVII pasal 25 tentang Pengelolaan Penerimaan
Retribusi diatur ketentuan bahwa penerimaan retribusi terdiri dari komponen
jasa sarana dan komponen jasa pelayanan. Komponen jasa sarana (56% dari total
pendapatan) merupakan pendapatan daerah yang harus disetor ke Kas Daerah.
Komponen jasa pelayanan (44% dari total pendapatan) seluruhnya disetor ke Kas
Daerah.
Komponen
penerimaan jasa pelayanan dengan uraian seperti yang disebutkan, lebih rinci
digambarkan dalam lampiran.
Menurut
Rahmi (2008) Besarnya persentase komponen jasa sarana yang harus disetorkan
sebagai pendapatan daerah menyebabkan ketidakseimbangan pendapatan jasa medik.
Dan pemasukan yang dihasilkan dari jasa pelayanan yang dilakukan oleh staf yang
ada di Rumah Sakit Umum I Lagaligo Wotu sehingga membuat motivasi kerja menjadi
kurang. Akibatnya kinerja rumah sakit secara keseluruhan tidak dapat memberi
pelayanan yang optimal kepada masyarakat yang menggunakan layanan Rumah Sakit
Umum I Lagaligo Wotu. Dengan adanya proses penyetoran hasil retribusi ke Kas
Daerah menyebabkan jasa tidak dapat dibagikan secara langsung pada akhir bulan
pelayanan berjalan dan distribusinya pun tidak dapat dibagi perbulan melainkan
berdasarkan pencairan dana dari daerah setelah dikelola yang tidak menetap
waktu pencairannya.
3.2.3 Pengembangan Remunerasi dengan Indexing
Kebersamaan
dibagi berdasarkan Indeks Penilaian. Adapun indeks penilaian yang digunakan
adalah :
No
|
OBJECT
|
INDEX
|
RATING
|
SCORE
|
1
|
BASIC INDEX
Setiap gaji 100.000 = 1 nilai index
|
|
1
|
|
2
|
COMPETENCY INDEX
-
SD
atau lebih rendah
-
SLTP
-
SMU
/ Sertifikasi kompetensi teknis
-
D3/
Akademi
-
Sarjana
(S1)
-
Dokter
/ Drg / Apoteker
-
S2
/ Spesialis
-
S3
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
2
|
|
3
|
RISK INDEX
-
Grade
I
-
Grade
II
-
Grade
III
|
1
3
6
|
3
|
|
4
|
EMERGENCY INDEX
-
Grade
I
-
Grade
II
-
Grade
III
|
1
3
6
|
3
|
|
5
|
POSITION INDEX
-
Ketua
Komite Medik
-
Kepala
bidang/Kepala Instalasi/SMF
-
Kepala
ruangan/ sub-bidang/panitia
|
6
4
2
|
3
|
|
6
|
PERFORMANCE INDEX
Nilai Index = 2 x Basic Index
|
2 x Basic Index
|
|
|
GRADE
|
KARYAWAN
PADA LOKASI
|
I
|
Administratif perkantoran
|
II
|
Rawat jalan, gizi, rehabilitasi medik, rawat inap tdk menular,
IPSRS, CSSD, apotik, farmasi
|
III
|
IGD, Bedah Sentral, Rawat Inap Menular, ICU, Laundry, Radiologi,
Laboratorium
|
Indeks Penilaian per individu pada masing-masing unit juga diperlukan dalam pembuatan remunerasi.
Komentar
Posting Komentar